Sabtu, 27 Februari 2010

Perjuangan Pohon Bambu

Aku Mencintai mu Gengan Sederhana

Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana

Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.

Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”

Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.

Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.

Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.

Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.

Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.

Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.

”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.

”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.

Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.

Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.

Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.

”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.

Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.

Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.

Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.

”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.

Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?

Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?

Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.

Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.

Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.

Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Lewat kata yang tak sempat disampaikan

Awan kepada air yang menjadikannya tiada

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *

For vieny, welcome to your husband’s heart.

Malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga yang memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.

Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya.

Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata. Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tibatiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.

Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak.

Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya.

Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

HIKMAH: Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.

Emas Dan Batu

Sejarah Kertas

Kertas pertama kali diciptakan oleh bangsa Cina. Tsai Lun adalah orang yang menemukan kertas yang dibuat dari bahan bambu yang mudah didapatkan di Cina pada tahun 101 Masehi. Penemuan ini kemudian menyebar ke Jepang dan Korea seiring dengan menyebarnya bangsa Cina ke timur dan berkembangnya peradaban di kawasan itu, walaupun sebenarnya cara pembuatan kertas pada awalnya merupakan hal yang sangat dirahasiakan.

Teknik pembuatan kertas jatuh ke tangan orang-orang Arab pada masa Abbasiyah setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam Pertempuran Sungai Talas pada tahun 751 Masehi. Para tawanan perang mengajarkan cara pembuatan kertas kepada orang-orang arab, sehingga kemudian muncullah industri-industri kertas disana.

Teknik pembuatan kertas kemudian juga menyebar ke Italia dan India lalu Eropa khususnya setelah Perang Salib dan jatuhnya Grenada dari bangsa Moor ke tangan Spanyol dan ke seluruh dunia.

Ibu

Ibu.....

Kau yang melahirkanku

Merawatku hingga kecil sampai dewasa

Mendidikku hingga diriku telah dewasa



Ibu....

Bila aku sakit kau merawatku dengan penuh kasih sayang

Bila aku terjatuh kau mengobatiku dengan kasih sayang

Aku sayang engkau... Ibu

Pengantar susu Bertopi Merah

Pengantar Susu Bertopi Merah

Bertopi MerahSebuah sepeda berhenti di depan rumah Shasa. Pengemudinya yang bertopi merah mengambil sesuatu dari kotak yang terikat di boncengan sepeda. Dua kantong susu kedelai diulurkan ke arah Shasa yang kebetulan sedang berdiri di halaman luar rumahnya.

“Loh, kok bukan Bang Momo yang mengantar susu?” tanya Shasa manakala dilihatnya pengantar susu itu bukanlah orang selama ini mengantar susu kedelai ke rumah Shasa.

“Sekarang setiap hari Sabtu dan Minggu khusus untuk sektor perumahan ini saya yang mengantar,” pengantar susu itu menjelaskan dengan nada suara yang terdengar sedikit gugup. Letak topinya membuat wajahnya tidak terlihat jelas.

Shasa tidak bertanya lebih lanjut. Dibawanya dua buah kantong susu kedelai itu ke dalam rumah. Sekilas dilihatnya pengantar susu itu memandangnya namun buru-buru memalingkan wajahnya ketika mereka bertatapan. Shasa yang baru saja akan melangkah ke dalam rumah mendadak berpaling ketika didengarnya pengantar susu itu mengatakan sesuatu. Shasa mengerutkan keningnya. Kok sepertinya dia tadi mendengar pengantar susu itu berpamitan dengan memanggil namanya ya? Atau itu hanya perasaannya saja?

Esok harinya, pengantar susu itu datang tepat ketika Shasa sedang menyapu daun-daun pohon mangga yang berguguran.

“Ana, ini susunya!” sapaannya membuat Shasa menolehkan kepalanya.

“Kok kamu tahu namaku?” tanyanya heran. Hampir semua temannya memanggilnya Shasa. Hanya beberapa orang saja yang memanggilnya Ana.

“Eh, oh, ngg.. anu.. aku.. aku diberitahu Bang Momo,” jawabnya gugup.

Shasa menerima susu yang diulurkannya. Anak itu menundukkan kepalanya dan terburu-buru memutar sepedanya dan mengayuh menjauh. Shasa menatap laju sepeda yang menjauhinya sambil sibuk berfikir-fikir. Rasa-rasanya ia seperti mengenal pengantar susu itu tapi dimana ya? Hmm.. ia harus menunggu sampai tiba hari Sabtu untuk bisa bertemu pengantar susu itu. Bukankah kemarin ia mengatakan bahwa ia hanya mengantar susu setiap hari Sabtu dan Minggu?

Hari Sabtu minggu berikutnya, Shasa sedang bersepeda bersama papa ketika sebuah sepeda melaju mendahuluinya. Sepeda pengantar susu! Cepat-cepat Shasa mengayuh sepedanya. Berusaha agar ia bisa tiba di rumah bersamaan dengan si pengantar susu. Namun rupanya pengantar susu itu tahu niat Shasa. Ia mengayuh sepedanya semakin cepat.

Mama yang berada di luar pagar menatap heran ketika dua buah sepeda berhenti hampir bersamaan. Pengemudinya sama-sama terengah-engah.

“Loh, ada apa ini? Balapan sepeda?” tanya mama heran. Rupanya mama memperhatikan peristiwa yang terjadi sejak dari ujung jalan.

“Ini.. ini.. susunya, Tante,” kata pengantar susu itu masih dengan nafas memburu. Setelah mama mengambil susu yang disodorkannya, buru-buru ia menaiki sepedanya.

“Hei, tunggu dulu, nama kamu siapa?” Shasa bertanya.

Bukannya menjawab, pengantar susu itu mengayuh sepedanya dengan terburu-buru.

“Ada apa sih, Sha?” tanya mama bingung.

“Rasa-rasanya Shasa kenal dia, Ma, tapi dimana ya?” Shasa menjawab setengah bergumam sambil mengernyitkan keningnya.

“Kalau tidak salah, Bang Momo pernah bercerita kalau ia mempunyai seorang adik yang tinggal bersama neneknya di kampung halaman mereka. Mungkin dia itu adiknya Bang Momo yang sekarang tinggal disini,” kata Mama.

Shasa mendengarkan kata-kata mama sambil sibuk menggali ingatannya kenapa rasanya ia mengenal pengantar susu itu.

Esok paginya, Shasa sedang berdiri memperhatikan pohon sirsak yang sedang berbuah ketika terdengar seruan yang bernada peringatan.

Ulat Bulu“Awas, Na, ada ulat bulu di bajumu.”

“Hah?! Ulat?! Hiii..” kontan Shasa berteriak-teriak sambil melompat-lompat.

Mama dan papa yang mendengar teriakannya bergegas menghampiri. Namun mereka keduluan pengantar susu yang dengan sigap menepis ulat bulu itu dari baju Shasa di bagian belakang dengan menggunakan daun kering.

“Sudah.. sudah.. ulatnya sudah tidak ada,” kata mama berusaha menenangkan Shasa.

“Ulatnya sudah kabur, Na,” pengantar susu itu tersenyum melihat tingkah Shasa.

Sekilas lesung pipinya terlihat. Shasa yang masih melompat-lompat kegelian tertegun. Dilihatnya pengantar susu itu memutar arah sepedanya dan mulai mengayuh menjauh.

Keesokan harinya ketika jam istirahat sekolah tiba, Shasa menghampiri Idham yang asyik mendengarkan cerita Fabian sambil tersenyum.

“Hai..” sapanya. Kedua anak itu menoleh dengan terkejut terutama Idham.

“Makasih ya, kemarin kamu sudah menolongku dari ulat bulu.” Kata-kata Shasa membuat anak itu tertegun. Lesung pipinya yang sebelumnya terlihat mendadak hilang.

Shasa cekikikan. “Yang mengantar susu ke rumahku hari Sabtu dan Minggu itu kamu kan?”

“Bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya pelan. Fabian hanya terdiam kebingungan.

“Ya tahu dong.. Tidak banyak yang memanggilku dengan nama panggilan Ana. Hampir semua teman-temanku mengikuti nama panggilanku di rumah. Lagipula diantara yang sedikit itu hanya kamu yang mempunyai lesung pipi.”

Idham hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia memang belum lama pindah sekolah setelah sebelumnya ia tinggal bersama neneknya.

Susu KedelaiSebenarnya tugas mengantar susu kedelai adalah tugas kakaknya. Ia sendiri yang berinisiatif menggantikan tugas kakaknya setiap hari Sabtu dan Minggu.

Tak dinyana salah satu pelanggan susu kedelai buatan ibunya adalah teman sekelasnya.

Dilihatnya Anastasia Shafarina tersenyum penuh kemenangan. Gara-gara salah panggil nama, ketahuan deh identitas pengantar susu bertopi merah…

BNI MOBILE

BNI Mobile dari BNI Taplus

Mudahnya transaksi perbankan dari ponsel Anda
BNI Mobile adalah fasilitas layanan perbankan melalui handphone, dengan teknologi Java Application yang memudahkan Anda untuk melakukan transfer dana, bayar tagihan dan isi ulang pulsa, serta mengecek saldo dan mutasi seluruh rekening yang Anda miliki dalam 1 CIF (Customer Information File) berupa Tabungan, Giro, Deposito, dan Pinjaman. Layanan ini bisa diakses melalui ponsel Anda, apapun operatornya tanpa perlu ganti Sim Card (tahap pertama semua provider GSM).
Cara mudah menjadi User BNI Mobile:
1. Lakukan registrasi melalui BNI ATM, dengan langkah sbb :
a. Di menu utama BNI ATM pilih menu “Registrasi E-Channel”
b. Pilih “BNI Mobile”
c. Masukkan nomor ponsel Anda,dan buat PIN BNI Mobile Anda (6 angka)
d. Registrasi dan aktivasi selesai. Anda akan menerima receipt ATM sebagai bukti Registrasi dan SMS Notifikasi Registrasi serta SMS WAP Push Link, untuk Anda mendownload aplikasi menu Java BNI Mobile.
3. Pastikan ponsel Anda memiliki sistem Java MiDP v 2.0, memory tersedia min 140 kb, dan telah diset aktif GPRS, lalu lakukan download dan install aplikasi menu BNI Mobile, melalui SMS WAP Push Link tadi atau melalui Kantor Cabang BNI terdekat.
4. Setelah mendownload dan install aplikasi BNI Mobile, Anda sudah bisa melakukan transaksi non finansial, seperti cek saldo, cek mutasi rekening.
5. Untuk bisa bertransaksi finansial, demi keamanan transaksi, Anda diharuskan melakukan Aktivasi Transaksi Finansial terlebih dahulu di Kantor Cabang BNI terdekat.
Jenis Transaksi di BNI Mobile:
Transaksi Non Finansial
• Informasi saldo seluruh rekening yang Anda miliki dalam 1 CIF (Customer Information File) berupa Tabungan, Giro, Deposito, dan Pinjaman
• Informasi mutasi rekening (5 transaksi terakhir)



Transaksi Finansial
• Transfer Dana antar Rekening BNI
• Pembayaran Tagihan
o Telkom (Telepon,Flexi Classy, Speedy) se-Indonesia
o Kartu Halo, Xplor, Matrix,Starone
o Kartu Kredit (BNI, Citibank, Stanchard, HSBC, GE, ANZ, Niaga, ABN AMRO, Permata, Danamon,Bukopin)
• Pembayaran ZIS & Kurban
• Pembelian Voucher Prabayar (Flexi, Simpati, As, Mentari, IM3, StarOne, XLbebas reguler, extra & jempol,Fren,Esia,3)
Catatan : Jenis transaksi transfer, pembayaran dan pembelian akan terus bertambah untuk kemudahan Anda
Tarif Biaya
BNI Mobile menggunakan koneksi GPRS, sehingga biaya yang akan menjadi beban Nasabah adalah sesuai volume (kilobyte) dan dihitung sesuai tarif GPRS yang diberlakukan operator. Untuk setiap transaksi transfer dikenakan biaya Rp.1.000
Denominasi Pulsa Yang Tersedia Di BNI Mobile
No. Jenis Kartu Nominal Pulsa
1 Simpati 50.000 100.000 150.000 200.000 300.000 500.000 1.000.000
2 Kartu AS 50.000 100.000
3 Mentari 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000
4 IM3 100.000 150.000
5 StarOne 100.000 150.000
6 XL jempol 35.000 50.000 100.000
7 XL bebas Reguler 25.000 50.000 75.000 100.000 150.000 200.000 300.000
8 XL bebas X-tra 50.000 100.000
9 Fren 50.000 100.000 150.000 200.000 300.000 500.000
10 Flexi Trendy 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 350.000 500.000
11 Esia 25.000 50.000 100.000 150.000 250.000
12 3 30.000 50.000 100.000 150.000 300.000 500.000





PANDUAN AKTIVASI DAN SETTING GPRS DI PONSEL
Operator Selular Cara Aktivasi GPRS Cara Setting GPRS di Ponsel
Telkomsel
- Kartu Halo
- Simpati
- Kartu AS Ketik pesan SMS :
GPRS, dan kirim ke 6616 Ketik pesan SMS :
Smerk ponseltype ponsel,

kirim ke 5432

Indosat
- Matrix
- Mentari
- IM-3 Ketik pesan SMS :
ACTGPRS,

kirim ke 888 Ketik pesan SMS : GPRSmerk ponseltipe ponsel

kirim ke :
• Matrix & Mentari à 3000
• IM-3 à 3939

XL
- Xplor
- XL Bebas
- XL Jempol
Ketik pesan SMS : GPRSmerk ponseltipe ponsel

kirim ke 9667

Sumber : BANK BNI